Pages

Kamis, 01 Desember 2011

Dongeng Karuhun Garut: Sunan Permana Dipuntang

 
Pada jaman dahulu kala, di sebuah tempat bermana Korobokan  terdapat sebuah kerajaan kecil dibawah kekuasaan kerajaan Pajajaran. Rajanya adalah putra dari Prabu Siliwangi yang tersohor, Sunan Burung Baok lah namanya.  Tubuhnya dipenuhi bulu, namun ia memiliki kesaktian yang tiada tara. Sayangnya ia memerintah dengan tidak adil, penuh ketidakjujuran, tidak bijak dalam mengambil keputusan, sehingga kerajaan kecilnya mengalami kekacauan. 

Sesepuh kerajaan mulai mengkhawatirkan melihat kondisi kerajaan yang semakin kacau karena ulah rajanya sendiri. Dalem Pasehan, sesepuh dari Timbangan, Korobokan, memimpin pertemuan sesepuh kerajaan untuk mendiskusikan bagaimana caranya agar Sunan Burung Baok turun tahta. Jika tidak, maka rakyatlah yang akan sengsara. Setelah berdiskusi panjang, mereka bersepakat untuk mengirim Dalem Pasehan untuk menghadap ke Pajajaran. 

Setibanya di sana, Pasehan menceritakan semua hal yang terjadi di Korobokan. Mendengar hal itu, seketika Prabu Siliwangi murka kepada anaknya. “Jikalau memang begitu adanya, maka bunuhlah saja anakku, namun dengan satu syarat, kau harus membunuhnya tanpa ada darah setetespun!” begitu perintah Sang Prabu. Setelah mendapat perintah, Dalem Pasehan pun kembali pulang dengan perasaan lega dan was-was, dalam hatinya bertanya, apakah ada cara untuk membunuh seseorang tanpa membuatnya mengeluarkan darah.

Tanpa ditunda lagi, pertemuan sesepuh kerajaan kembali digelar. Mereka bersiasat untuk mengelabui Sunan Burung Baok agar bersedia untuk menaklukan ular raksasa  yang kabarnya menghuni sebuah gua di Cimanuk yang sebenarnya di gua itu tidak terdapat apapun. Merasa dirinya sakti, Sunan Burung Baok yang menanggalkan pakaiannya di luar bersegera masuk ke gua untuk membunuh ular raksasa itu. Tanpa sepengetahuannya, lubang gua itu ditutup batu yang sangat besar.  

Belama-lama  di dalam gua, Sunan Burung Baok menyadari bahwa ia ditipu Dalem Pasehan. Dengan kesaktiannya ia pulang menembus bumi  ke hadapan ayahnya di Pajajaran.  Prabu Siliwangi Terkejut  melihat anaknya telanjang datang ke hadapannya. Dengan dongkolnya, Sunan Burung Baok menceritakan kekesalan di hatinya terhadap Dalem Pasehan. Sang Prabu pun meminta agar Dalem Pasehan datang ke Pajajaran.
Dengan kesaktiannya pula, Dalem Pasehan mengetahui apa yang terjadi di Pajajaran. Ia merasa tenang hati karena semua yang dilakukannya untuk membunuh Sunan Burung Baok atas perintah dari ayahnya sendiri, yakni membunuh tanpa harus mengeluarkan darah setetespun. Ia mengajak putrinya Inten Dewata mengadap Sang Prabu di Pajajaran untuk diambil sebagai istri. 

Prabu Siliwangi menjelaskan maksud dari perintahnya, yang ingin raja di Korobokan diganti oleh siapapun yang pantas menyandang gelar tersebut. Penuh rasa bersalah, akhirnya Dalem Pasehan menyerahkan putrinya, dan tentu saja diterima oleh Sang Prabu dengan senang hati ia berjanji jikalau ia mempunyai anak dari Inten Dewata, maka putranya lah  yang akan ia angkat menjadi raja di Korobokan. 

Panjang cerita, Inten Dewata dikaruniai seorang putra dari Prabu Siliwangi yang dinamai Permana Dipuntang. Dalem Pasehan berpesan kepada putrinya agar Permana Dipuntang yang masih dalam gendongan  dibawanya pulang, menembus bumi. Jika ia merasa capai, maka ia beristirahat muncul ke permukaan. Maka dari itu tempat yang konon adalah tempat munculnya Dalem Pasehan dengan cucunya, Permana Dipuntang dinamai Munjul.  Sedangkan Gunung yang mereka singgahi disebut Pangcalikan (Pangcalikan= tempat duduk/ beristirahat). Di sini lah Permana Dipuntang menemukan rotan dan ia tak mau digendong lagi oleh kakeknya. Ia memegang rotan itu untuk membantunya berjalan. Gunung tersebut dinamakan Gunung Puntang (Puntang= pegang) karena kejadian tersebut.  

Akhirnya setelah dewasa ia memerintah Garut  dengan adil dan bijaksana. Makamnya pun masih utuh terpelihara, berdekatan dengan makam Sunan Gordah dan Sunan Tangkil, yang juga masih keturunannya. 

(Dongeng ini diterjemahkan kembali dari buku Sastra Lisan Sunda)

0 komentar:

Posting Komentar