Pages

Minggu, 13 Maret 2011

Legenda Raja Burung

Legenda Raja Burung
(Sasakala Ratu Manuk, dongeng Baduy)

Konon ceritanya, pada jaman dahulu kala, semua burung dan semua satwa lainnya yang ada di dunia ini bisa berbicara layaknya manusia. Dan pada masa itu semua jenis satwa sudah memiliki rajanya masing-masing yang dipilih oleh dewa, hanya bangsa burung saja yang belum mempunyai raja.
Dewa pun datang untuk memilih calon raja burung yang layak menjadi raja. Lalu disediakanlah semua pakaian dan perhiasan untuk sang raja terpilih. Kemudia dewa mengumpulkan semua burung yng ada di dunia ke hadapannya, baik burung besar maupun burung kecil, tak ada yang tertinggal satu ekor pun. Di tempat itu, sangatramai oleh suara burung-burung  yang berkumpul dari berbagai belahan bumi. Ketika semuanya sudah berkumpul, dewa memperhatikan burung-burung tersebut satu per satu, memilah dan memilih, kira-kira burung manakah yang pantas dijadikan raja.
Sang dewa melihat burung Tiung dan kemudian memanggilnya untuk dipakaikan jubah hitam dank lung emas. Dewa ingin tahu, apakah burung Tiung pants untuk dijadikan raja. Ternyata memang pantas, namun saying, burung Tiung kurang terampil, cara berbicrnya kurang jelas, kurang pandai berbicara. Pada akhirnya brung Tiung gagl menjadi raja, tetapi jubah dan kalung emasnya tidak ia lepas kembali. Legenda ini lah yang menyebabkan burung Tiung berleher kuning dan berbulu hitam sampai pada saat ini.
Setelah itu Sang dewa memilih kembali burung yang cakap, pandai, yang pantas menjadi raja. Lalu sang dewa melihat burung Rangkong. Kemudian dipanggillah burung Rangkong ke hdapannya untuk dipakaikan jambul emas dan perak sebagai mahkotanya. Ketika diamati lagi, Rangkong memang pantas memakainya. Namun, lagi-lagi dibatalkan, karena burung Rangkong terlalu kencang bersuara, ia pun gagal menjadi raja. Pakaian dan jambulnya tidak ia lepaskan lagi. Sampai saat ini pun jambul burung Rangkong berwarna kuning bercampur putih, seperti emas bercampur perak.
 dan lagi sang dewa memilih calon raja burung. Terpilihlah burung Jalilin. Dewa langsung memakaikannya jambul hitam. Namun sepertinya Jalilin kurang pantas jika dijadikan raja. Dan seperti burung lainnya, jambul pemberian dewa itu tidk ia lepaskan lagi, hingga saat ini burung Jalilin berjambul hitam.
Dan akhirnya pilihan dewa jatuh kepada burung Pelah, karena perilakunya yang cocok dan pantas untuk dijadikan raja, tidak terlalu conggak, biasa saja, namun ia terampil. Lalu dewa memakaikannya ekor emas dan perak. Dan rupanya cocok sekali, ekornya bagai mayang terurai, melambai indah. Sudah diputuskan, burung Pelah lah yang berhasil menjadi  raja burung. Sejak dahulu hingga saat ini, jika burung Pelah terbang ke suatu tempat, burung lainnya selalu mengiringinya, tanda tunduk patuh kepada sang raja burung.
Sesudah itu Sang dewa memilih calon patih, lalu burung daun lah yang terpilih menjadi patih kerajaan burung, karena ia sangat pantas serta suarany lantang terdengar, serta pandai memimpin teman-temannya. Sementara itu, pangkat-pangkat lainnya seperti para menteri, sudah dewa tentukan sebelumya. Yaitu kepada burung-burung yang sudah mendapatkan pakaian dan perhiasan dari dewa.
Raja, patih, dan para menteri sudah terpilih. Dan kursi ketua suku sajalah yang masih kosong, dan dewa akan segera memilihkannya untuk menduduki kursi tersebut. Ketika dewa melihat ke depan, nampaklah burung saeran dan burung elang. Namun dewa tidak menyukai burung elang karena tingkahnya yang sombong dan congkak terhadap sesamanya. Terpilihlah burung Saeran yang akan menduduki kursi ketua suku, karena ia berperilaku bagus, suaranya lantang, tidak sombong dan tidak manja.
Ketika burung saeran sudah dinobatkan menjadi ketua suku burung, sang elang luar biasa iri juga sangat membenci burung Saeran karena gagal dipilih dewa. Hingga ia tak sudi menuruti perintah sang ketua. Saeran juga membencinya, karena elang tidak mau patuh kepadanya meski berulang kali Saeran mengejar-ngejarnya.
Burung elang berkata, “Sekarang, aku mau saja tunduk padamu, tapi syaratnya, kau dan aku harus adu kekuatan terbang terlebih dahulu. Siapa yang terbang paling tinggi di antra kita, ialah pemenangnya. Jika aku kalah, aku akan tunduk padamu seumur hidupku, sedngkan jika kau yang kalah, tak sudi aku menjadi bawahanmu!”
Saeran menjawab, “ boleh, siapa takut? Karena badanku lebih kecil, maka beban bagianku harus lebih kecil daripada bebanmu, itulah syaratnya!”
Kemudian Elang menyanggupinya. Segera a menyediakan dua beban untuk dibawa masing-masing. Dasar licik, elang berakal bulus menyiapkan beban untuk Seran yang berukuran lebih kecil namun berisi garam yang cukup berat. Sedangkan bebannya sendiri hanya berisi kapas, sangat ringan walaupun ukurannya besar dan terlihat sangat berat. Kemudian mereka berdua terbang sambil menanggung beban masing-masing. Tentu saja burung Saeran tertinggal, karena beban yang dibawanya sangat berat. Sang elang bersorak gembira, sambil menyela Saeran karena jauh tertinggal di bawahnya.
Tiba-tiba hujan turun tanpa diundang, petir mengiringinya jauh ke bumi. Beban yang mereka bawa basah terkena air hujan. Sang Elang tergopoh-gopoh karena bebannya terasa semakin berat. Tentu saja, karena isinya adalah kapas yang menyerap air hujan. Sedangkan beban yang ditanggung Saeran terasa semakin ringan, karena garam yang dibawanya larut dan jatuh bersama air hujan. Kemudian ia terbang mendahului elan, terbang melest bagai menggunting sang surya. Diteriakinya sang Elang,  lalu Saeran  menyambarnya hingga jatuh ke bumi. Kalah telak, elang pun menangis sedu-sedan.
Sementara itu di waktu yang lain, raja memerintahkan rakyatnya membuat aliran sungai untuk kebutuhan minum dan mandi sehari-hari agar kelak tak ada kesengsaraan mengancam bangsa burung baik masa kini maupun generasi berikutnya. Tentu saja semua burung mematuhi perintah raja, mereka bergotong-royong membuat sungai. Yang pertamakali dikerjakan adalah sungai Cibeo. Ketika ketua Saeran menyuruh elang untuk bekerja, namun ia menolak. Ia tak mau patuh pada perintah sang ketua. Lagi-lagi elang diburu Saeran. Amarahnya memuncak, dan Saeran pun mengadu kepada dewa mengeni Elang yang tetap tak mau mematuhi perintahnya.
Akhirnya, Elang dijatuhi hukuman seumur hidup hingga anak-cucunya  tak boleh mandi atau minum air di sungai, akibat kesalahan  Elang yang tidak mau patuh dan malas bekerja. Ia hanya diperbolehkan minum air hujan atau air laut saja. Krena itulah sampai dengan saat ini burung elang tidak pernah mandi atau minum di sungai.  Dan jika ia ingin meminum air di musim kemarau, ia akan selalu terbang mendekati awan, berharap hujan segera datang menghapus dahaganya.
Nah, demikianlah legenda para burung. Sampai saat ini pun, burung Saeran lah yang selalu bangun paling awal, karena sebagai pemimpin  ia harus selalu sigap dan juga membangunkan teman-temannya.

 (diterjemahkan dari Sasakala Ratu Manuk)


Minggu, 06 Maret 2011

Sareng Mamah Sareng Bapa

wuuiihhiii,,, hri minggu yg llu lau lau lau lagih,, c botram di saung tngah sawah..
tereh panen,, ngalongok pare...


serasa bukan di Rancaekek khaaaannn...
how nice it is...

mamah en bapa sungguh romantis...
sebari botram, c jg dihujani nasehat... ttg masa depan, cinta, dan kehidupan,...


I LOVE YOU... mamah,, bapa,, ku tahu doamu menyertai langkahku...